DENGAN KECERDASAN JIWALAH MANUSIA MENUJU ARAH KESEJAHTERAAN

Tuesday 22 October 2013

Doa Masuk Mesjid dan Keluar Mesjid

DOA MASUK KE MESJID
اَللّهُمَّ افْتَحْ لِيْ اَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
“Allahummaf-tahlii abwaaba rahmatika”.

Artinya :
 “Wahai Tuhanku, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu”.


DOA KELUAR DARI MESJID
اَللّهُمَّ اِنِّيْ أسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ.


“Allahumma innii as-aluka min fadhlika”.


Artinya :
 “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu akan segala keutamaan-Mu”.


sumber : MKI.blogspot.com

Jenis Obat Generik dan Fungsinya

Dalam kehidupan modern zaman sekarang banyak sekali jenis obat tersedia. salah satunya jenis obat generik. Berikut ini beberapa obat jenis generik dan fungsinya.

1. Antalgin berfungsi untuk mengurangi rasa sakit.

2. Parasetamol berfungsi untuk menurunkan demam atau panas.

3. Antacid berfungsi untuk meredakan sakit maag.

4. Chlorpeniramin / CTM berfungsi untuk Antihistamin/Alergi.

5. Besi II Sulfat berfungsi untuk Anemia / Kurang Darah.

6. Ampisilin berfungsi untuk Antibiotik.

7. Dextrometorphan berfungsi untuk obat batuk.

8. Vitamin B6 berfungsi untuk menghilangkan mual.

9. Fitomenadon berfungsi untuk mengurangi pendarahan.

10. Antropin Sulfat berfungsi untuk penawar keracunan.

 Itu adalah beberapa obat generik dan fungsinya.

Semoga bermanfaat.


Monday 21 October 2013

Metode Belajar Membaca anak

Kesabaran dan ketekunan dalam mengajar anak dalam mebaca sangatlah penting dimiliki oleh Orang tua dirumah, disamping kesabaran dan ketekunan pembimbing juga harus mempunyai beberapa metode membaca dalam membimbing anak supaya cepat dapat membaca, untuk itu saya disini akan memberi beberapa metode, supaya anak bisa lebih cepat membaca. 


1. Mengeja Mengeja adalah suatu cara lama yang serig dipakai orang tua atau pengajar untuk mengajarkan membaca. Caranya dengan memperkenalkan abjad satu persatu terlebih dulu dan menghafalkan bunyinya. Langkah selanjutnya adalah menghafalkan bunyi rangkaian abjad/huruf menjadi sebuah suku kata. Mula-mula rangkaian dua huruf, tiga huruf, empat huruf hingga anak mampu membaca secara keseluruhan. Kelemahan metode ini adalah anak-anak balita sulit merangkaikan bunyi huruf yang satu dengan yang lain. Mengapa b ditambah a jadi ba (dan bukan be-a). Kelemahan berikutnya adalah setelah anak menguasai rangkaian suku kata, anak akan kesulitan kembali untuk menghilangkan proses pengejaan sehingga agak menghambat kemampuan mereka untuk membaca dengan normal. Seperti pada kata baju, mereka akan mengeja, be-a “ba”, je-u “ju”, baju. Sangat mungkin diperlukan proses tambahan untuk menghilangkan kebiasaan “be-a” dan “je-u” ini. 

2. Membaca dengan Gambar Gambar-gambar memang sangat menarik. Terlebih gambar yang  berwarna-warni, tentu anak-anak sangat menyukainya. Mengajar membaca dengan gambar sangat baik terutama untuk memberikan pengalaman pra membaca pada anak. Cara ini bermanfaat untuk memberikan pengertian kepada anak bahwa sebuah tulisan itu ada maknanya. Bahwa huruf-huruf yang dirangkai dapat membentuk sebuah kata yang memiliki arti. Namun, mengajar dengan bantuan gambar memiliki beberapa kelemahan, yaitu, sulit menyiapkan alat peraga gambar dengan tulisan yang stabil/terstandar, kemudian anak-anak cenderung memperhatikan gambar daripada tulisannya. Misalkan kita mengajarkan tentang gambar sebuah surat kabar. Tertulis di bawah gambar itu “surat kabar”. Bisa jadi di lain kesempatan ketika kita bertanya kembali, dengan gambar yang sama, dengan tulisan yang sama –“surat kabar”-, ini bacanya apa, mereka akan menjawab “koran”. Karena bisa saja mereka sempat memperoleh informasi pula bahwa yang seperti itu dapat pula disebut “koran”. Disini terlihat bahwa anak cenderung membaca gambar bukan membaca abjad. 

3. Membaca “Keseluruhan” baru “Bagian” Cara ini mengacu pada teori Gestalt, yaitu teori yang mengemukakan bahwa seseorang biasanya memandang segala sesuatu secara keseluruhan terlebih dahulu, baru memperhatikan bagian-bagian serta detailnya. Caranya dengan memperkenalkan kalimat lengkap terlebih dahulu, baru kemudian dipilah-pilah bagiannya menjadi sebuah kata, dari kata ini dipilah lagi menjadi suku kata, dari suku kata dipilah menjadi beberapa huruf. Misalnya: ini nana ini nana i ni na na i-n-i n-a-n-a Cara ini terbukti efektif untuk usia SD. Namun, dalam percobaan pada anak balita tidak memberikan hasil yang sama. Mereka mudah putus asa karena terasa sulit bahkan melakukan blocking (diam, mogok baca). 

4. Metode Kartu Kata Kartu-kartu kata dibuat dari kertas putih yang ditempeli huruf-huruf berukuran raksasa sebesar 10×10 cm per huruf dengan kertas emas sehingga membentuk kata yang “dekat” dengan anak. Kartu ini berulangkali ditunjukkan pada anak disertai bunyi bacaannya. Bila anak telah dapat membaca 1 set kartu kata, maka dilanjutkan dengan 1 set yang lain dengan ukuran agak lebih kecil, demikian seterusnya hingga anak dapat membaca huruf yang normal. Metode ini biasa dikenal metode Glenn Doman. Diperlukan ketelatenan dan kesabaran yang luar biasa jika kita ingin memakai metode ini. Baik dari segi waktu peragaan, dana, dan pembuatan alat peraga. Metode ini pula cenderung membuat anak “menghafal kata” bukan “membaca kata”. Misal pada tahap awal dengan mudah anak menirukan sebuah kata, misalkan “qonita” bila ditunjukkan kartu kata “qonita” dan dengan mudah menirukan kata “ibu” bila ditunjukkan kartu kata “ibu”. Namun, meskipun dapat membaca qonita dan ibu, adalah sangat sulit bila anak harus membaca kata “buta” tanpa diajar, yang sebetulnya merupakan bagian dari kata “ibu” dan “qonita”. Namun seperti metode membaca dengan gambar metode ini juga sangat baik untuk memberikan pengalaman pra membaca pada anak. 

5. Metode Membaca Suku Kata Metode membaca dengan suku kata mirip dengan metode IQRA. Membaca huruf latin dengan lebih dulu menggabungkan huruf konsonan dan vokal. Sehingga membentuk suku kata yang berbunyi. Misal ba, kita langsung memperkenalkan sebagai ba. Tidak dieja terlebih dahulu. Maka, untuk anak yang belum mengenal nama masing-masing abjad disarankan tidak perlu menghafalkan nama-nama alfabet, a-z, terlebih dahulu. Jadi langsung dikenalkan ketika huruf konsonan dan kapital sudah dirangkaikan (berbentuk suku kata). Misal: a ba a ba ba a ba ba ba ba ca a ca a ba ca ba ba ca a ba ca a ba ca.

Demikian selanjutnya bertahap da, fa, sampai za baru kemudian ba, bi, bu, be, bo, dan seterusnya hingga diperkenalkan bunyi huruf mati, ng, dan ny. Biasanya anak kesulitan ketika membedakan bunyi ba dan da, pa dan qa. Untuk mengatasinya, tempel di tempat yang sering terlihat rangkaian huruf ‘sulit’ tersebut agar semakin sering dibaca. Untuk rangkaian kata-kata berikutnya, buatlah kata-kata yang bermakna sehingga mereka dapat sambil mengenal wawasan yang lain. Seperti ketika suku kata da, diberikan contoh kata dada. Berhenti sejenak, tanyakan pada mereka, “Wah dada, apa itu dada ya?” Ketika mereka berhasil menjelaskan. Puji mereka, “Alhamdulillah Aa hebat sudah tahu dada, tambah hebat berarti sekarang ya, kan sudah bisa baca kata dada..”. Dan jangan lupa pula untuk senantiasa mengingatkan buah hati kita bahwa Allah lah yang membuat mereka mampu membaca. Seperti menambahkan di setiap ujung waktu belajarnya, “Siapa yang membuat Aa dan Dede pandai membaca?”. Biasanya mereka akan spontan menjawab, “Allah…!”. Lantas kita menimpali dengan mengajak mereka berhamdalah bersama, “Alhamdulillah..”. 

Demikian, para Ayah dan Bunda, semoga bermanfaat dan selamat mencoba! 

Sumber :(esqiel/muslimahzone.com)

asal usul kecamatan dayeuhluhur

Tahun 1475 Kerajaan Daya Luhur (Dayeuh Luhur) didirikan oleh Prabu Gagak Ngampar, putra mahkota kerajaan Sunda (Galuh Purba) dibawah kekuasaan Raja Sri Prabu Niskala Wastu Kancanayang bertahta selama 104 tahun, Kerajaan Daya Luhur merupakan wilayah pemekaran Kerajaan Pasir Luhur. Prabu Gagak Ngampar memiliki Putra Mahkota Kembar, yaitu Ki Hadeg Ciluhur dan Ki Hadeg Cisagu, keduanya memiliki hak atas tahta kerajaan yang sama, demi keadilan Prabu Gagak Ngampar membagi wilayah Kerajaan Daya Luhur menjadi 3 (tiga), 

Daya Luhur dengan pusat pemerintahan Istana Salang Kuning di Dayeuh Luhur, Kadipaten Majenang dipimpin Adipati Ki Hadeg Ciluhur berpusat di istana Candi Kuning Gunung Padang Salebu Majenang, Kadipaten Penyarang dipimpin Adipati Ki Hadeg Cisagu dengan Istana Candi Laras di Desa Kunci Sidareja. 

Demi kelangsungan Trah Kerajaaan Daya Luhur, Putra Ki Hadeg Ciluhur dikawinkan dengan Putri Ki Hadeg Cisagu, lahirlah seorang anak lelaki diberi nama Arsagati. Arsagati menggantikan kakeknya menjadi raja Dayeuh Luhur kedua, Arsagati menurunkan Raksagati menjadi raja Dayeuh Luhur ke tiga, dan raja ke empat putra Raksagati, bernama: Harsapraja atau Reksapraja. Masa transisi dari kerajaan ke status kadipaten Dayeuh Luhur, atas kekalahan perang melawan Kerajaan Mataram dan tunduk dibawah kedaulatan Mataram, pimpinan kelima Daya Luhur berstatus sebagai Adipati (Bupati) bernama Wirapraja anak dari istri selir Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhumn Kartasura Hadiningrat, Adipati ke enam Wiradika I putra kedua Wirapraja, adipati ketujuh Wiradika II, menurunkan sebelas anak, anak keenam bernama Wiradika III terlahir dari istri keturunan Kraton Kartasura (Putri Tumenggung Wiraguna), ketika dilantik menjadi Adipati Dayeuh Luhur ke Delapan Wiradika III bergelar Raden Tumenggung Prawiranegara, merupakan Bupati terakhir Kadipaten Dayeuh Luhur (1831) dan wilayahnya digabungkan dengan Kadipaten Banyumas oleh Pemerintah Kolonial Belanda, Pasca Perang Dipanegara (1825-1830). 

Ketika Kerajaan Pajang runtuh digantikan Kerajaan Mataram (1587 - 1755) didirikan oleh Panembahan Senapati. Pada tahun 1595 Kerajaan Mataram mengadakan ekspansi (Perluasan wilayah), menaklukan Kerajaan Adireja di Adipala, menggempur Kerajaan Galuh di Priangan Timur, dan menundukan Kerajaan Daya Luhur (Dayeuh Luhur) yang dipimpin oleh raja Prabu Gagak Ngampar yang berpusat di Istana Salang Kuning, dan memiliki wilayah dua Kadipaten , yaitu Kadipaten Majenang yang berpusat di Istana Candi Kuning, di Gunung Padang Desa Salebu Majenang, dengan Adipati (Bupati) Ki Hadeg Ciluhur, serta Kadipaten Penyarang dengan Istana Candi Laras di Desa Kunci Sidareja dibawah kekuasaan Adipati Ki Hadeg Cisagu. 

Ki Hadeg Ciluhur dan Ki Hadeg Cisagu adalah putra mahkota kembar Prabu Gagak Ngampar pendiri Kerajaan Daya Luhur (1475 - 1831) yang diberi tanah perdikan untuk dijadikan pusat pemerintahan dengan status Kadipaten. Istana Candi Kuning dan Istana Candi Laras oleh Kerajaan Mataram dibawah kekuasaan Panembahan Senapati dibumi hanguskan, Istana Candi Kuning yang memiliki Pilar Batu sepanjang 33,3 meter (33,3=9) diruntuhkan, dan dibongkar, rumah penduduk dibakar menjadi karang abang, selama bermingu-minggu langit Majenang menjadi abu-abu, lantaran banyaknya lebu-lebu (debu) beterbangan diangkasa, untuk mengenang peristiwa tersebut, warga yang selamat memberi tetenger untuk nama desa yaitu Desa Salebu Kecamatan Majenang, reruntuhan Istana Candi Kuning, berupa batu berbagai bentuk dan ukuran mulai dari 45 X 45 X 45 Cm, hingga segi delapan, dan batu pilar bekas penyangga Istana Candi Kuning kini menjadi “Kunci” saksi sejarah berupa BCB (Benda Cagar Budaya), yang jumlahnya mencapai ratusan ribu batu disatu tempat, terkuaknya “Misteri Istana Candi Kuning di Gunung Padang Majenang” yang selama ini oleh anak cucu keturunan Trah Kerajaan (Kadipaten) Dayeuh Luhur ditutup- tutupi dan pamali atau tabu untuk disiarkan, dan diketahui oleh keturunannya, menyiratkan rekaman peristiwa sejarah atas kekalahan mempertahankan kedigdayaan Kerajaan Daya Luhur dari gempuran “Penjajah ! “ yakni Kerajaan Mataram dibawah kekuasaan Panembahan Senapati. Sang leluhur Tatar Cilacap ini, merasa bersalah dan tidak mampu mempertahankan kejayaan Kerajaan (Kadipaten) Daya Luhur, sebagai pemerintahan pribumi pertama yang ada, kekalahan dan penderitaan leluhur kita ini tersimpan rapat-rapat selama (1595 - 2008 = 413 tahun), selama 413 tahun pula Leluhur kita melalui para juru kunci (Kuncen) yang rata- rata sudah mencapai 7 (Tujuh) Turunan, telah dengan sengaja menutup pintu informasi, supaya anak cucu dan cicitnya tidak menyimpan dendam kesumat, sehingga di Tatar Cilacap tercipta kondisi keamanan yang kondusif. 

Sedikitnya ada 7 (tujuh) Buku Kuna dalam bentuk gancaran, juga berita tentang keberadaan Kerajaan Daya Luhur (Dayeuh Luhur), seperti yang tertulis dalam buku Babad Padjadjaran Doemagi Padja n g koleksi Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dalam buku tersebut Kerajaan Daya Luhur, ditulis Kerajaan Dailur. 

Asal - Usul Prabu Gagak Ngampar pendiri Kerajaan Daya Luhur (Dayeuh Luhur), Sri Prabu Niskala Wastu Kancana adalah raja besar yang bertahta selama 104 tahun di Kerajaan Sunda (Galuh Purba), memiliki putra mahkota bernama Banyak Catra atau Banyak Sasra dalam pengembaraannya ke wilayah timur menuju Kerajaan Pasir Luhur yang berpusat di Istana Taman Sari di pinggir Sungai Logawa, Karang Lewas Purwokerto, Banyak Catra memakai nama samaran Raden Kamandaka. Banyak Catra memiliki adik kandung bernama Gagak Ngampar atau Banyak Ngampar juga memiliki nama samaran Silih Warni, Banyak Catra dan Gagak Ngampar memiliki adik tiri dari istri selir sang raja, bernama: Banyak Blabur. 

Banyak Catra alias Raden Kamandaka diangkat sebagai menantu sekaligus menggantikan kedudukan sang mertua, Sri Baginda Maha Prabu Krendadaha, Raja kedelapan Kerajaan Pasir Luhur, atas jasa-jasanya terhadap Kerajaan Pasir Luhur dalam Peperangan Melawan Kerajaan Maritim Nusakambangan dibawah kebesaran Raja Pule Bahas. Kerajaan Nusakambangan takluk ditandai dengan kematian Raja Pule Bahas, yang ditikam dengan Tjis (Keris Kecil) oleh Lutung Kasarung yang tidak lain adalah Raden Kamandaka, dalam perang antara Kerajaan Pasir Luhur dengan Kerajaan Nusakambangan, peran Gagak Ngampar sangat menentukan kemenangan karena Gagak Ngampar membantu kakaknya Raden Kamandaka, dengan membawa satu peleton pasukan bersenjata lengkap yang menjadi ujung tombak kekuatan. Atas kemenangan ini Raden Kamandaka dijadikan menantu dengan mempersunting Ciptarasa, dan menggantikan Tahta sang mertua menjadi Raja Pasir Luhur, sedangkan Gagak Ngampar diberi kekuasaan untuk mendirikan Kerajaan Daya Luhur (1475), Kerajaan Daya Luhur adalah wilayah pemekaran Kerajaan Pasir Luhur, dan wajib mengirirnkan upeti setiap tahun kepada Kerajaan Induk Pasir Luhur. 

Saat raja besar Sunda Sri Prabu Niskala Wastu Kancana berniat lengser keprabon, dipanggilah ke tiga putranya yaitu, Banyak Catra (Raden Kamandaka), Gagak Ngampar (Silih Warni), dan Banyak Blabur yang terlahir dari istri selir. Ketiganya menghadap sang raja lengkap dengan persyaratan, Banyak Catra diiringi oleh 40 orang putri dari Kerajaan Pasir Luhur, Gagak Ngampar diiringi 40 orang putri dari Kerajaan Daya Luhur, dan Banyak Blabur disertai 40 putri dari Banten. Ketiganya lolos seleksi persyaratan juga tes kedigdayaan ilmu kanuragan, giliran persyaratan akhir untuk menentukan siapa yang akan menggantikan kedudukan Tahta Raja Sunda, menghadaplah ibunda Banyak Blabur menuntut janji kepada sang raja Sri Prabu Niskala Wastu Kancana, atas janjinya jika kelak melahirkan seorang anak lelaki, akan dijadikan raja menggantikan kedudukan ayahandanya. Hasil sidang para pengageng kerajaan Sunda dengan Raja mensyaratkan yang dapat menggantikan tahta, adalah anak yang phisiknya utuh, tanpa cacat sedikitpun, yang pertama dites adalah Gagak Ngampar melalui wawancara panjang dan diagnosa phisik terdapat cacat menahun pada kepala sebelah kiri, karena pernah retak saat perang melawan Pule Bahas, Raja Nusakambangan. Giliran kedua Banyak Catra dalam wawancara lulus gemilang, ketika tes phisik terdapat luka gores memanjang di lambung kanan perut akibat tusukan Patrem (Keris kecil tanpa luk), oleh adiknya Gagak Ngampar alias Silih Warni saat bertanding menentukan kebenaran bahwa Banyak Catra alias Raden Kamandaka adalah prajurit dari kerajaan Sunda, peristiwa itu terjadi diatas Watu Sinom (Batu Muda) sebesar rumah di Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas. Karena Banyak Catra maupun Gagak Ngampar pada badannya terdapat luka, maka pilihan terakhir yaitu Banyak Blabur yang kedapatan secara phisik mulus, maka lulus menggantikan kedudukan ayahnda menjadi Raja Kerajaan Sunda (Galuh Purba), ketika “Naik Tahta" Banyak Blabur bergelar Prabu Siliwangi, dan memindahkan pusat kerajaan Sunda ke daerah Pakwan Pajajaran (Bogor, sekarang), dan dikemudian tahun Kerajaan Sunda lebih popular disebut sebagai Kerajaan Pajajaran dengan raja besar Prabu Siliwangi. 

 sumber : http://www.kec-dayeuhluhur.com

Newer Posts Older Posts Home